Pengaturan Konvensi Hak atas Anak tentang perlindungan hukum terhadap anak jalanan dari kekerasan dan diskriminasi.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji sejauh mana pengaturan konvensi hak atas anak dalam memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak anak, hambatan-hambatan dan sebab-sebab yang terjadi dalam penerapan perlindungan hukum terhadap hak-hak anak, dan peran pemerintah dalam mewujudkan peraturan dan undang-undang perlindungan anak terhadap hak-hak anak.
Di Indonesia, misalnya, meski telah memiliki antara lain Undang-Undang (UU) No 4/1979 tentang Kesejahteraan Anak, UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak, UU No 3/1997 tentang Pengadilan Anak, Keputusan Presiden No 36/1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak, realitas kesejahteraan anak masih jauh dari harapan. Kejadian busung lapar belum lama ini menyentak kita tentang buruknya kondisi anak. Belum lagi persoalan anak yang dipekerjakan di sektor pekerjaan terburuk yaitu di jalanan, anak di wilayah konflik, korban perdagangan manusia, dan banyak lagi.
1. Landasan Teori
Berbagai persoalan peraturan perundangan yang ada pun belum sempat diurus pemerintah hingga kini. Sebagai contoh, ratifikasi CRC(konvensi hak anak) berupa keputusan presiden dikritik karena menjadi kendala saat Indonesia hendak meratifikasi instrumen hak anak lainnya di bawah CRC. CRC semestinya diratifikasi menjadi UU.UU RI No 7/1984 masih menghadapi berbagai kendala. Selain soal reservasi Pasal 29 CEDAW tentang penyelesaian perselisihan penerapan dan penafsiran konvensi, Indonesia juga belum meratifikasi optional protocol yang mengatur pelaporan individu/organisasi nonpemerintah tentang pelanggaran terhadap konvensi, prosedur komunikasi, dan penyelidikan.
Memang, peraturan perundangan tidak ada artinya tanpa keseriusan negara menegakkan hak asasi perempuan dan anak. Ratifikasi beribu konvensi sia-sia jika tidak diwujudkan dalam kehidupan nyata..
Selain permasalahan di atas, situasi sosial menunjukkan belum terjaminnya hak atas rasa aman dan bebas dari rasa takut pada anak jalanan, konflik-konflik horisontal dan vertikal masih sering terjadi di Indonesia sampai saat ini melingkupi kehidupan anak-anakn jalanan . Penggusuran, perebutan sumber daya alam, dan kekerasan berbasis etnis, agama, keyakinan politik dan ideologi masih terus membayangi kehidupan anak-anak di masa depan apabila negara membiarkan akar konflik yakni perebutan sumber daya, menguatnya politik identitas, dan fundamentalisme agama tidak segera ditangani. Karena anak-anak yang tumbuh kembang pada iklim kekerasan dan konflik cenderung pada masa kedewasaannya kelak akan melanggengkan siklus konflik dan kekerasan pada generasi yang akan datang.
Seturut dengan masalah-masalah di atas, anak-anak sebagai pemegang kendali sejarah masa depan Indonesia akan terus digelayuti dan dibebani masalah impunitas atas pelanggaran HAM masa lalu yang dilakukan oleh pemimpin masa kini. Kebenaran sejarah tidak akan pernah terungkap jika hak untuk mengetahui (right to know) yang dimiliki oleh anak-anak terus ditutup-tutupi. Rantai impunitas ini akan terus dilanggengkan oleh generasi mendatang jika tidak diputus dengan segera melalui pengungkapan fakta-fakta yang benar atas kejadian di masa lalu.
Situasi ekonomi, politik, dan sosial yang mengancam kehidupan anak-anak jalanan sebagai pemilik masa depan tersebut di atas bertambah suram karena lingkungan hidup yang akan menjadi ruang hidup dan kehidupan mereka di masa yang akan datang semakin tidak layak untuk dihuni. Kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan yang menyebabkan krisis ekologi akan berdampak pada terhambatnya penikmatan hak anak untuk mencapai derajat dan kualitas kesehatan tertinggi, hak atas lingkungan hidup .
Sudah seharusnya konsep HAM dalam bidang pendidikan tercermin dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yang menyebutkan bahwa pemerintah bertugas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta adanya hak-hak kebebasan dasar manusia. Tekad pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa direalisasikan melalui pemberantasan buta huruf dan gerakan wajib belajar.
2. Hak Perlindungan anak dalam Konvensi Hak Anak
a. Larangan Diskriminasi Anak Pasal 2 Konvensi Hak Anak secara tegas mengatur larangan diskriminasi pemberlakuan hak-hak anak yang ada dalam konvensi tersebut terhadap setiap anak dalam bentuk apapun, tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, pandangan politik atau pandangan lain, asal usul bangsa atau sosial, harta kekayaan, cacat, kelahiran atau status dari anak atau dari orang tua anak atau walinya yang sah menurut hukum. Penempatan aturan tentang larangan diskriminasi ini dalam pasal 2 menunjukkan betapa hal ini sangat penting dan mendasar bagi perlindungan hak anak khususnya diskriminasi terhadap anak jalanan yang sering terjadi.
Pengertian Diskriminasi mengacu kepada setiap usaha yang dilakukan untuk membuat perbedaan diantara orang-orang. Perbedaan mana pada akhirnya bertujuan untuk memilah-milah apa yang boleh dan apa yang tidak bagi orang-orang tertentu. Dalam sejarah peradaban manusia, upaya untuk membeda-bedakan perlakuan terhadap manusia adalah sebuah fakta yang tak terbantahkan. Fakta juga yang menunjukkan betapa perjuangan untuk menghilangkan perbedaan (utamanya yang didasarkan oleh ras,warna kulit dan keyakinan) menjadi sangat fenomenal karena begitu banyak menimbulkan korban jiwa, harta dan air mata. Jika merujuk kepada kenyataan sejarah penegakan hak-hak anak secara internasional maupun nasional, persoalan diseputar politik diskriminasi adalah bagian yang inheren dalam sejarah diskriminasi itu sendiri.
b. Perlindungan dari penyiksaan dan pengabaian
Menurut pasal 19 Konvensi Hak Anak ,Negara melindungi anak dari penganiayaan dalam bentuk apapun oleh orang tua atau orang lain yang bertanggung jawab untuk merawat anak dan membangun program sosial yang tepat untuk pencegahan penyiksaan dan untuk perawatan korban.c. Perlindungan anak tanpa keluarga
Dalam pasal 20 Konvensi Hak Anak, Negara berkewajiban untuk menyediakan perlindungan khusus untuk anak yang kehilangan lingkungan keluarga dan untuk menjamin bahwa asuhan keluarga alternative yang tepat atau penempatan di institusi yang ada dalam kasus-kasus tersebut. Upaya-upaya untuk memenuhi kewajiban ini akanmemberikan hak-hak yang berhubungan dengan latar belakang kebudayaan anak.Diharapkan pemerintah dapat terus berupaya memberikan pelayanan bagi para anak jalanan yang kehilanhgan lingkungan keluara dengan memperbanyak pendirian rumah singgah yang dapat menampung anak-anak yang tinggal di jalanan.
d. Standar hidup
Menurut pasal 27 KHA Setiap anak mempunyai hak atas standar hidup yang memadai untuk perkembangan sosial, moral, spiritual, mental dan fisiknya.Orang tua mempunyai tanggung jawab utama untuk menjamin bahwa anak mempunyai standar hidup yang memadai.Tugas Negara adalah untuk menjamin bahwa tanggung jawab ini dipenuhi dan tanggung jawab Negara dapat meliputi bantuan materi kepada orang tua dan anaknya.e. Hak untuk mendapatkan Pendidikan
Anak mempunyai hak atas pendidikan dan tugas Negara adalah untuk menjamin bahwa pendidikan dasar adalah bebas biaya dan wajib, untuk mendorong bentuk-bentuk berbeda dari pendidikan menengah yang aksesibel bagi setiap anak dan untuk memberikan pendidikan tinggi untuk semua menurut dasar kapasitasnya. Mata pelajaran sekolah harus konsisten dengan hak-hak dan martabat anak. Negara mengikutsertakan kerja sama internasional untuk melaksanakan hak ini.Dalam hal ini pemerintah berperan aktiv dalam usaha unutuk mencerdaskan kehidupan bangsa yaitu dengan melaksanakan program pengajaran gratis khusus bagi orang yang tidak mampu. Diharapkan seluruh anak jalanan di Indonesia mendapat hak untuk belajar.
No comments:
Post a Comment