Friday, November 19, 2010

Terminologi Hukum

Pengertian terminologi hukum yang terdapat pada artikel “Peranan Dewan Keamanan Dalam Penyelesaian Sengketa”, di jelaskan berdasarkan BLACK’S Law Dictionary Seventh Edition :

1. Arbitration : A method of dispute resolution involving one or more neutral third parties who are usu. Agreed to by the disputing parties and whose decision is binding.—also termed (redundantly) binding arbitration.
2. Conciliation : 1. A settlement of a dispute in an agreable manner. 2. A process in which a neutral person meets with the parties to a dispute (often labor) and explores how the disute might be resolvedp
3. Dispute : A conflict or controversy, esp.one that has given rise to particular lawsuit.
4. Good offices : the involvement of ones or more countries or an international organization in a dispute between other countries with the aim of contributing to its settlement or at least easing relations between the disputing countries.
5. Mediation : 1. A method of nonbinding dispute resolution involving a neutral third party who tries to help the disputing parties reach a mutually agreeable soultion. 2. A neutral country’s interference in the controversies of other countries to maintain international stability.

JUDUL skripsi untuk HUKUM PIDANA

1. ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENYIMPANGAN KODE ETIK OLEH ADVOKAT DALAM MELAKUKAN PEMBELAAN TERHADAP KLIENNYA PADA SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA (UNDANG-UNDANG NO. 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT)

2. ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI MELALUI PENERAPAN ASAS TIADA PIDANA TANPA KESALAHAN.

3. PENERAPAN PRINSIP ASSET RECOVERY PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI YANG MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA

Perbedaan Undang – undang, Hukum dan Perundang-undangan

Perbedaan Undang – undang, Hukum dan Perundang-undangan

C.F. Strong mengatakan bahwa konstitusi memiliki kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan hokum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuannya dalam bentuk Negara. KC Wheare, mengartikan konstitusi sebagai keseluruhan system ketatanegaraan dari suatu Negara berupa kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu Negara. Peraturan disini merupakan gabungan antara ketentuan-ketentuan yang memiliki sifat hokum (legal) dan yang tidak memiliki sifat hokum (non legal). Berdasarkan pengertian ini, konstitusi merupakan bentuk pengaturan tentang berbagai aspek yang mendasar dalam sebuah Negara, baik aspek hukum maupun aspek lainnya yang merupakan kespakatan masyarakat untuk diatur. Aspek lain dalam pengertian ini dapat berupa aspek social maupun aspek filosofis dalam arti asas-asas yang didasarkan pada alasan-alasan tertentu. James Bryce mendefinisikan konstitusi sebagai suatu kerangka masyarakat politik (Negara) yang diorganisir dengan dan melalui hokum. Dengan kata lain, hokum menetapkan adanya lembaga-lembaga permanent dengan fungsi yang telah diakui dan hak-hak yang telah ditetapkan. Konstitusi dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-kumpulan prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak pihak yang diperintah (rakyat) dan hubungan diantara keduanya. Konstitusi bisa berupa sebuah catatn tertulis; konstitusi dapat diketemukan dalam bentuk dokumen yang bisa diubah atau diamandemen menurut kebutuhan dan perkembangan zaman atau konstitusi dapat juga berwujud sekumpulan hokum terpisah dan memiliki otoritas khusus sebagai hokum konstitusi.
Definisi hukum ialah seperangkat asas dan kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat dan meliputi juga lembaga (institusi) dan proses yang mewujudkan berlakunya kaidah tersebut dalam kenyataan (Prof, Muchtar Kusumaatmadja).
Komponen Hukum:
• Asas
• kaidah
• Lembaga (suprastruktur hukum dan infrastruktur hukum)
• Proses
Suprastruktur hukum: lembaga-lembaga yang dibentuk oleh instansi yang berwenang dengan dasar/sesuai hukum Kekuasan dan wewenang
Infrastruktur hukum: lembaga-lembaga yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat
Dialektika Hukum dan Kekuasaan :
Hukum mengatur dan membatasi kekuasaan “Kekuasaan cenderung korup, tanpa pembatasan/hukum kekuasaan pasti korup. Kekuasaan memungkinkan hukum berfungsi. Tanpa kekuasaan hukum akan ‘mandul’.
Sumber hukum :
1. Hukum tidak tertulis
2. Hukum kebiasaan
3. Hukum adat
4. Doktrin/pendapat ahli
5. Yurisprudensi
6. Hukum tertulis (UU No. 10/2004)
7. UUD
8. UU/Perpu
9. Peraturan Pemerintah
10. Keppres
11. Peraturan Daerah
12. Perjanjian/konvensi/traktat
13. Asas hukum yang berlaku dalam peraturan per-UU-an
14. Lex superior de rogat lex inferior
15. Lex posterior de ragat lex anterior
16. Lex specialis de rogat lex generalis

Istilah dan Pengertian Perundang-undangan
Secara etimologis Perundang-undangan berasal dari istilah ‘undang-undang’, dengan awalan ‘per’ dan akhiran ‘an’. Imbuhan Per-an menunjukkan arti segala hal yang berhubungan dengan undang-undang. Sedangkan secara maknawi, pengertian perundang-undangan belum ada kesepakatan. Ketidaksepakatan berbagai ahli sebagian besar ketika sampai pada persoalan apakah perundang-undangan mengandung arti proses pembuatan atau mengandung arti hasil (produk) dari pembuatan perundang-undangan.
Menurut Penulis istilah perundang-undangan untuk menggambarkan proses dan teknik penyusunan atau pembuatan keseluruhan Peraturan Negara, sedangkan istilah peraturan perundang-undangan untuk menggambarkan keseluruhan jenis-jenis atau macam Peraturan Negara. Dalam arti lain Peraturan Perundang-undangan merupakan istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan berbagai jenis (bentuk) peraturan (produk hukum tertulis) yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum yang dibuat oleh Pejabat atau Lembaga yang berwenang. Jadi kriteria suatu produk hukum disebut sebagai Peraturan Perundang-undangan menurut penulis, berturut-turut harus:
1.bersifat tertulis
2.mengikat umum
3.dikeluarkan oleh Pejabat atau Lembaga yang berwenang
Berdasarkan kriteria ini, maka tidak setiap aturan tertulis yang dikeluarkan Pejabat merupakan Peraturan perundang-undangan, sebab dapat saja bentuknya tertulis tapi tidak mengikat umum, namun hanya untuk perorangan berupa Keputusan (Beschikking) misalnya. Atau ada pula aturan yang bersifat untuk umum dan tertulis, namun karena dikeluarkan oleh suatu organisasi maka hanya berlaku untuk intern anggotanya saja. Dalam sistem pemerintahan Negara Indonesia berdasarkan UUD 1945, misalnya dapat disebutkan bentuk perundang-undangan, yang jelas-jelas memenuhi tiga kriteria di atas adalah “Undang-undang”.
Tempat (Lokus) Proses dan Teknik Penyusunan Perundang-undangan dalam Kerangka Keilmuan
Tempat (lokus) Proses dan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dalam kerangka ilmu, dapat diketahui dari pandangan Krems yang memperkenalkan cabang ilmu baru yang disebut Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan (Gesetzgebungswissenschaft) yang didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang interdisipliner tentang pembentukan hukum Negara. Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan ini oleh Krems dibagi dua yaitu:
1.Ilmu Perundang-undangan dan
2.Teori Perundang-undangan
Ilmu Perundang-undangan dibaginya menjadi tiga bagian yaitu:
a.Proses perundang-undangan
b.Metode perundang-undangan dan
c.Teknik perundang-undangan.
Berdasarkan pandangan Krems inilah kita dapat menyimpulkan bahwa mata kuliah ini merupakan bagian dari Ilmu Perundang-undangan, sedangkan ilmu perundang-undangan, menurut Krems, Maihofer, dan van der Velden, termasuk dalam cabang Ilmu Hukum dalam arti luas. Mengenai hubungan antara mata kuliah ini dengan disiplin ilmu lain pertama penting dikemukakan pandangan F. Isjwara, bahwa ilmu tidak dapat dipisah-pisahkan dalam kotak-kotak yang terpaku mati (compartementization). Oleh karena itu tidak mungkin ilmu tersebut berdiri sendiri terpisah satu sama lainnya tanpa adanya pengaruh dan hubungan. Demikian halnya mata kuliah ini yang dipengaruhi dan mempunyai hubungan dengan disiplin ilmu lain, terutama dengan cabang ilmu-ilmu sosial yang mempunyai objek kehidupan ‘Negara’. Misalnya dengan Ilmu Politik, Ilmu Sosial, Ilmu Hukum, dan juga dengan Ilmu Pemerintahan. Hubungannya adalah bahwa ilmu perundang-undangan lebih sempit karena objeknya khusus tentang pembentukan peraturan hukum oleh Negara, sedangkan ilmu perundang-undangan dikatakan lebih luas karena menggunakan permasalahan, paradigma, dan metode dari disiplin ilmu-ilmu yang lain. Karena itu Krems menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan perundang-undangan (Gesetzgebungswissenchaft) secara eksplisit merupakan ilmu interdisipliner yang berdiri sendiri.
Ilmu Perundang-undangan bersifat normatif dengan orientasi pada melakukan perbuatan menyusun peraturan perundang-undangan, karenanya bermanfaat memberikan bekal pengetahuan dan kemampuan membuat peraturan perundang-undangan.
Asas-asas Perundang-undangan
Beberapa asas dalam perundang-undangan adalah:
a.asas Undang-undang tidak berlaku surut
b.asas Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.
c.asas Lex Specialis derogat Lex Generalis.
d.asas Lex posteriore derogat lex priori (Udang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu/lama).
e.asas undang-undang tidak dapat diganggu gugat, asas ini misalnya secara tegas dicantumkan dalam pasal 95 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara 1950.
Kaidah Hukum Peraturan Perundang-undangan
Menurut teori perundang-undangan, penyusunan peraturan perundang-undangan meliputi dua masalah pokok, yaitu:
1.Aspek materiil/Substansial, berkenaan dengan masalah pengolahan isi dari suatu peraturan perundang-undangan.
2.Aspek Formal/Prosedural, berhubungan dengan kegiatan pembentukan peraturan perundang-undangan yang berlangsung dalam suatu negara tertentu.
3.Struktur Kaidah Hukum
Aturan hukum sebagai pedoman perilaku yang dibuat oleh para pengemban kewenangan hukum memiliki struktur dasar yang terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut:
a.subjek kaidah: menunjuk pada subjek hukum yang termasuk ke dalam sasaran penerapan sebuah pengaturan.
b.objek kaidah: menunjuk pada peristiwa-peristiwa atau perilaku apa saja yang hendak diatur dalam aturan hukum tersebut.
c.operator kaidah: menunjuk pada cara bagaimana objek kaidah diatur, misalnya menetapkan keharusan atau larangan atas perilaku tertentu, memberikan suatu hak atau membebankan kewajiban tertentu.
d.kondisi kaidah: menunjuk pada kondisi atau keadaan apa yang harus dipenuhi agar suatu aturan hukum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Aturan hukum yang dirumuskan dalam sebuah peraturan perundang-undangan memiliki sifat-sifat tertentu yang dapat digolongkan menjadi empat, yakni sifat umum abstrak, umum-konkret, individual-abstrak, dan individual-konkret. Keempat sifat kaidah hukum ini digunakan secara kombinatif dalam suatu peraturan perundang-undangan, bergantung pada isi/substansi dari wilayah penerapan/jangkauan berlakunya aturan hukum yang bersangkutan. Kombinasi sifat aturan hukum ini sebagian akan ditentukan pula oleh jenis peraturan yang terdapat dalam hirarkhi peraturan perundang-undangan. Makin tinggi tingkatan peraturan perundang-undangan, makin abstrak dan umum sifatnya.
Berdasarkan pemahaman terhadap kaidah-kaidah hukum, dapat diidentifikasi beberapa jenis kaidah hukum, yaitu sebagai berikut:
1.Kaidah Perilaku, adalah jenis kaidah yang menetapkan bagaimana kita harus atau boleh berperilaku. Fungsinya untuk mengatur perilaku orang-orang dalam kehidupan masyarakat.
2.Kaidah Kewenangan, adalah jenis kaidah hukum yang menetapkan siapa yang berhak atau berwenang untuk menciptakan dan memberlakukan kaidah perilaku tertentu. Fungsinya adalah untuk menetapkan siapa yang berwenang untuk mengatur perilaku orang, menentukan dengan prosedur bagaimana kaidah perilaku itu ditetapkan dan sekaligus menentukan bagaimana suatu kaidah harus ditetapkan jika dalam suatu kejadian tertentu terdapat ditidakjelasan.
3.Kaidah Sanksi, adalah jenis kaidah yang memuat reaksi yuridis atau akibat-akibat hukum tertentu jika terjadi pelanggaran atau ketidakpuasan terhadap kaidah tertentu. Secara umum kaidah sanksi memuat kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
4.Kaidah Kualifikasi: adalah jenis kaidah yang menetapkan persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk dapat melakukan perbuatan hukum tertentu atau sebaliknya dibebaskan dari kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu.
5.Kaidah Peralihan, adalah jenis kaidah hukum yang dibuat sebagai sarana untuk mempertemukan aturan hukum tertentu sebagai akibat kehadiran peraturan perundang-undangan dengan keadaan sebelum peraturan perundang-undangan itu berlaku. Kaidah peralihan ini fungsinya untuk menghindari kemungkinan terjadinya kekosongan hukum; menjamin kepastian dan memberi jaminan perlindungan hukum kepada subjek hukum tertentu.
Landasan Hukum Peraturan Perundang-undangan di Tingkat Pusat
Setiap perundang-undangan dalam sistem hukum Indonesia, disusun berdasarkan landasan umum penyusunan perundang-undangan yaitu:
a.landasan Filosofis, Pancasila sebagai Filsafah Bangsa (filosofische grondslaag).
b.landasan Yuridis, dari mulai UUD 1945, Ketetapan MPR, dan Undang-undang
c.landasan Politis, setiap Kebijaksanaan yang dianut Pemerintah di bidang Perundang-undangan.
Untuk landasan hukum Peraturan perundang-undangan di tingkat Pusat, meliputi:
1.Undang-undang, mempunyai landasan hukum Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 dan 21 UUD l945 Jo Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XX/MPRS/1966.
2.Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, landasan hukumnya Pasal 22 UUD 1945 Jo Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966.
3.Peraturan Pemerintah, mempunyai landasan Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 Jo Ketetapan MPRS Nomor XX/XPRS/1966.
4.Keputusan Presiden, berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 Jo Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966.
5.Instruksi Presiden, berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 berbagai jenis Perundang-undangan lainnya sebagai Peraturan Pelaksanaannya diatur berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966.
Lembaga dan Badan Pemerintahan Republik Indonesia
1.Lembaga-lembaga Pemerintahan Republik Indonesia di Pusat meliputi: Lembaga Pemerintahan yang pengaturannya terdapat dalam UUD 1945, seperti Presiden dan Wakil Presiden, serta para Menteri sebagai pembantunya.
2.Di samping itu dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan Presiden dapat menetapkan badan/pejabat lain yang dapat membantu Presiden menyelenggarakan pemerintahan negara, mereka itu ialah:
a.Pejabat setingkat Menteri
b.Lembaga atau Badan Pemerintah Non-Departemen
c.Direktorat Jenderal Departemen
d.Badan-badan Negara seperti Pertamina
3.Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Lembaga/Badan Pemerintah di Pusat adalah:
a.Peraturan Pemerintah
b.Keputusan Presiden
c.Instruksi Presiden
d.Peraturan dan Keputusan Menteri
e.Instruksi Menteri
f.Keputusan/Peraturan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen
g.Keputusan/Peraturan Pimpinan Badan Negara, dan
h.Peraturan atau Keputusan Direktur Jenderal Departemen
4.Sedangkan yang termasuk Lembaga Pemerintahan di Daerah, meliputi: Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, yang masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Daerah. Pada satuan pemerintahan terendah kita juga mengenal Pemerintahan Desa/Kelurahan yang sekarang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun l999, yang dipimpin oleh Kepala Desa dan Kepala Kelurahan.
5.Perundang-undangan yang dihasilkan oleh Badan atau Pejabat di daerah adalah:
a.Peraturan Daerah Propinsi
b.Keputusan Kepala Daerah Propinsi (Gubernur)
c.Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
d.Keputusan Kepala Daerah Kabupaten/Kota
e.Peraturan Desa
f.Keputusan Kepala Desa
Jenis-jenis Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia kita mengenal banyak jenis peraturan perundangan-undangan yang dikeluarkan oleh Pejabat atau Badan yang mempunyai wewenang membuat perundang-undangan.
Meskipun telah diatur dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000, yang mencantumkan tata urutan peraturan perundangan, namun dalam praktik kita mengenal jenis peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
I.Perundang-undangan di Pusat.
1.Undang-Undang Dasar dan Ketetapan MPR (S)
2.Undang-Undang
3.Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4.Peraturan Pemerintah
5.Keputusan Presiden
6.Keputusan Menteri
7.Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen
8.Keputusan Direktur Jenderal Departemen
9.Keputusan Kepala Badan Negara
II.Perundang-undangan di Daerah
1.Peraturan Daerah Provinsi
2.Keputusan Gubernur
3.Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
4.Keputusan Bupati/Walikota
5.Peraturan Desa dan Keputusan Kepala Desa
Fungsi Aturan Perundang-undangan dalam Sistem Hukum Indonesia
1.Fungsi Undang-undang Dasar, berfungsi sebagai hukum dasar bagi pembentukkan lembaga-lembaga negara, fungsi, dan hubungannya antara satu dengan yang lain, mengatur hubungan antara Negara dengan warga negara, dan memuat cita-cita serta tujuan Negara.
2.Ketetapan MPR, pada dasarnya berfungsi mengatur tugas dan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam Negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar 1945.
3.Fungsi undang-undang adalah :
a.menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Undang-undang Dasar 1945 yang tegas-tegas menyebutnya;
b.pengaturan lebih lanjut secara umum aturan dasar lainnya dalam batang tubuh Undang-undang Dasar 1945;
c.pengaturan Lebih lanjut dari Ketetapan MPR yang tegas-tegas menyebutkan;
d.pengaturan di bidang materi Konstitusi, seperti organisasi, Tugas dan Wewenang Susunan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.
4.Fungsi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) pada dasarnya sama dengan fungsi dari undang-undang. Perbedaan keduanya terletak pada Pembuatnya, undang-undang dibuat oleh Presiden bersama-sama dengan DPR dalam keadaan normal sedangkan PERPU dibuat oleh Presiden. Perbedaan lainnya adalah Undang-undang dibuat dalam suasana (keadaan) normal, sedangkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dibuat dalam keadaan kegentingan yang memaksa
5.Fungsi Peraturan Pemerintah adalah :
a.pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang yang tegas-tegas menyebutnya
b.menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut, ketentuan lain dalam undang-undang yang mengatur meskipun tidak tegas-tegas menyebutnya.
6.Fungsi Keputusan Presiden yang berisi pengaturan adalah :
a.menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. (sesuai Pasal 4 ayat 1 UUD 1945)
b.menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang tegas-tegas menyebutnya.
c.menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam Peraturan Pemerintah meskipun tidak tegas-tegas menyebutkannya.
7.Fungsi Keputusan Menteri adalah sebagai berikut:
a.menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan di bidangnya (sesuai dengan pasal 17 ayat 1 UUD 1945).
b.menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Keputusan Presiden.
c.menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang yang tegas-tegas menyebutnya.
d.menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang tegas-tegas menyebutnya.
8.Fungsi Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen adalah :
a.menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan di bidangnya.
b.menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Keputusan Presiden. Merupakan delegasian berdasarkan pasal 17 ayat (1) UUD 1945.
9.Fungsi Keputusan Direktur Jenderal Departemen adalah:
a.menyelenggarakan perumusan kebijakan teknis Keputusan Menteri.
b.menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Keputusan Menteri.
10.Fungsi Keputusan Badan Negara adalah:
a.menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang yang mengatribusikan dan Peraturan Pemerintah yang bersangkutan.
b.menyelenggarakan secara umum dalam rangka penyelenggaraan fungsi dan tugasnya.
11.Fungsi Peraturan Daerah Diatur dalam pasal 69 dan pasal 70. UU no. 22 Tahun 1999
12.Fungsi Keputusan Kepala Daerah adalah menyelenggarakan pengaturan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Daerah yang bersangkutan dan tugas-tugas pemerintahan.
13.Fungsi Keputusan Desa adalah mengatur segala sesuatu yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan pemerintahan desa, yang dibuat oleh Kepala Desa setelah mendapat persetujuan Badan Perwakilan Desa. Sedangkan Keputusan Kepala Desa berfungsi sebagai pelaksanaan peraturan desa dan pelaksanaan kebijaksanaan kepala desa dalam pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di desa.
Proses Penyusunan Perundang-undangan di Pusat
Pembahasan tentang proses penyusunan perundang-undangan di Pusat dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:
1.Setiap bentuk/jenis peraturan perundang-undangan mempunyai prosedur penyusunannya masing-masing. Penyusunan produk hukum MPR berupa Ketetapan MPR meliputi persiapan Rancangan Ketetapan/Keputusan yang disiapkan oleh Badan Pekerja hingga dilakukannya pembahasan dalam Sidang MPR yang mempunyai 4 tingkatan pembahasan/pembicaraan. Hal ini diatur khusus dalam Peraturan Tata Tertib MPR.
2.Proses penyusunan undang-undang, Perpu dan Peraturan Pemerintah meliputi: Proses persiapan rancangan Undang-undang, Perpu dan Peraturan Pemerintah oleh Pemerintah, lalu pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat dengan 4 tingkatan, kemudian penandatanganan oleh Presiden, dan Pengundangan oleh Menteri Sekretaris Negara. Demikian diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998 dan Keputusan DPR Nomor 16/DPR-RI/I/1999-2000.
Proses Penyusunan Perundang-undangan di Daerah
Proses penyusunan peraturan perundang-undangan di Daerah termasuk Pemerintahan Desa, berdasarkan pada UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang tersebut menunjuk lebih lanjut pada peraturan Menteri Dalam Negeri untuk mengatur proses perundang-undangan.
Proses penyusunan Peraturan Daerah, meliputi:
a.Usul inisiatif atau Rancangan Peraturan Daerah disampaikan kepada Ketua DPRD untuk selanjutnya diteruskan kepada Panitia Musyawarah DPRD untuk menentukan hari atau waktu persidangan
b.Rancangan Peraturan Daerah diperbanyak dan dibagi-bagikan kepada anggota DPRD selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum hari persidangan
c.Kepala Daerah atau anggota DPRD yang mengusulkan (pemrakarsa), menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah itu secara resmi pada Sidang Pleno DPRD
d.Para anggota DPRD mengajukan pendapat setuju, menolak, atau mengusulkan perubahan atas Rancangan Peraturan Daerah itu.
e.Apabila dipandang perlu atas permufakatan Kepala Daerah dengan DPRD dapat dibentuk Panitia Khusus untuk merumuskan isi redaksi atau pun bentuk Rancangan Peraturan Daerah
f.Rancangan yang telah mendapat persetujuan dari DPRD ditandatangani oleh Kepala Daerah untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah dan sebagai pernyataan persetujuan dari DPRD, Ketua DPRD turut serta menandatangi Peraturan Daerah tersebut.
Proses Pembuatan Keputusan Kepala Daerah, sepenuhnya merupakan wewenang Kepala Daerah yang bersangkutan, umumnya disiapkan oleh Biro Hukum Pemerintah Daerah setempat.
Peraturan Desa dibuat oleh Kepala Desa dengan musyawarah Badan Perwakilan Desa, dan tidak perlu mendapatkan persetujuan Bupati/Walikota, tetapi wajib disampaikan kepadanya selambat-lambatnya dua minggu setelah ditetapkan dengan tembusan kepada Camat. Sedangkan Keputusan Kepala Desa dibuat oleh Kepala Desa tanpa perlu persetujuan siapa pun, fungsinya untuk menjalankan Peraturan Desa.
Pengundangan dan Daya Ikat Peraturan Perundang-undangan
Pengertian Pengundangan ialah pemberitahuan secara formal suatu peraturan negara dengan penempatannya dalam suatu penerbitan resmi yang khusus untuk maksud itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan pengertian pengumuman adalah pemberitahuan secara material suatu peraturan negara kepada khalayak ramai dengan tujuan utama mempermaklumkan isi peraturan tersebut seluas luasnya.
Tempat pengundangan peraturan perundang-undangan yaitu Lembaran Negara, Tambahan Lembaran Negara, Berita Negara dan Tambahan Berita Negara.
Pengundangan atau pengumuman dalam LN atau BN merupakan syarat formal untuk mempunyai kekuatan mengikat dari perundang undangan. Maksudnya, apabila sudah diundangkan dalam Lembaran Negara atau diumumkan dalam Berita Negara maka perundang undangan tersebut mempunyai kekuatan mengikat. Setelah diundangkan atau diumumkan secara resmi tersebut, maka orang.dianggap sudah tahu isinya.
Rangka Dasar Peraturan Perundang-undangan
Pada bagian ini dikemukakan tentang rangka dasar yang memuat bagian-bagian penting yang terdapat dalam suatu peraturan perundang-undangan dengan merujuk pada ketentuan dalam Lampiran I Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998 tentang Teknik Penyusunan Perundang-undangan. Kerangka peraturan perundang-undangan terdiri atas:
1.Judul
2.Pembukaan
3.Batang Tubuh
a.Ketentuan Umum
b.Ketentuan yang mengatur materi muatan
c.Ketentuan Pidana
d.Ketentuan Peralihan
e.Ketentuan Penutup
4.Penutup
5.Penjelasan (jika diperlukan)
6.Lampiran (jika diperlukan)
Penjelasan Peraturan Perundang-undangan
Penjelasan merupakan suatu penafsiran/penjelasan resmi yang dibuat oleh pembentuk peraturan perundang-undangan untuk mengetahui maksud latar belakang peraturan perundang-undangan itu diadakan, serta untuk menjelaskan segala sesuatu yang dipandang masih memerlukan penjelasan. Naskah Penjelasan peraturan perundang-undangan, harus disiapkan bersama-sama dengan Rancangan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
Penamaan dari Penjelasan suatu peraturan perundang-undangan, ditulis sesuai dengan nama peraturan perundang-undangan yang dijelaskan.
Dalam praktik peraturan perundang-undangan di Indonesia biasanya mempunyai dua macam Penjelasan yaitu:
1.Penjelasan Umum berisi penjelasan yang bersifat umum, misalnya latar belakang pemikiran secara sosiologis, politis, budaya, dan sebagainya, yang menjadi pertimbangan bagi pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut.
2.Penjelasan Pasal demi Pasal, merupakan penjelasan dari pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Penjelasan pasal demi pasal hendaknya dirumuskan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.Isi penjelasan tidak bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam batang tubuh;
b.Isi penjelasan tidak memperluas atau menambah norma yang ada dalam batang tubuh;
c.Isi penjelasan tidak melakukan pengulangan atas materi pokok yang diatur dalam batang tubuh;
d.Isi penjelasan tidak mengulangi uraian kata, istilah, atau pengertian yang telah dimuat di dalam Ketentuan Umum.
e.Apabila suatu pasal tidak memerlukan penjelasan, hendaknya diberikan keterangan “Cukup Jelas”.
Jika Lembaran Negara digunakan sebagai tempat mengundangkan “isi” atau teks peraturan perundang-undangan, maka Tambahan Lembaran Negara untuk memuat Penjelasan Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, dan Peraturan Pemerintah.
Perubahan Peraturan Perundang-undangan
Perubahan suatu peraturan perundang-undangan adalah kegiatan yang meliputi:
a.Menambah atau menyisipkan ketentuan baru, menyempurnakan atau menghapus ketentuan yang sudah ada, baik yang berbentuk Bab, Bagian, Paragraf, Pasal, Ayat, maupun perkataan, angka, huruf, tanda baca, dan lain-lainnya.
b.Mengganti suatu ketentuan dengan ketentuan lainnya, baik yang berbentuk Bab, Bagian, Paragraf, Pasal Ayat, maupun perkataan, angka, huruf, tanda baca, dan lain-lainya.
Dalam mengadakan perubahan terhadap suatu peraturan perundang-undangan, hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
perubahan suatu peraturan perundang-undangan dilakukan oleh Badan atau Pejabat yang berwenang membentuknya, berdasarkan prosedur yang berlaku, dan dengan suatu peraturan perundang-undangan yang sejenis
perubahan suatu peraturan perundang-undangan diharapkan dilakukan secara baik tanpa merubah sistematika dari peraturan perundang-undangan yang dirubah
dalam suatu perubahan peraturan maka di dalam perumusan, penamaan, hendaknya disebut peraturan perundang-undangan mana yang diubah dan perubahan yang dilakukan itu adalah perubahan yang ke berapa kalinya.

UNDANG-UNDANG ORGANIK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

UNDANG-UNDANG ORGANIK
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

1. Pasal 2 ayat (1)
Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipiih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
Contoh : Undang-undang Pemilihan Umum

2. Psal 6 ayat (2)
Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dangan undang-undang.
Contoh : Undang-undang Pemilihan Presiden

3. Pasal 6A Ayat (5)
Tata cara pelaksanaan pemiliha Presiden dan wakil Presiden lebh lanjut diatur dalam undang-undang.
Contoh : Undang-undang Pemilihan Presiden

4. Pasal 11 ayat (3)
Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian Internasional diatur dengan undang-undang.
Contoh : UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.

5. Pasal 12
Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

6. Pasal 15
Presiden memmberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.

7. Pasal 16
Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalm undang-undang.

8. Pasal 17 ayat (4)
Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.

9. pasal 18 ayat (1)
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagai atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dalam undang-undang.
Contoh: UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

10. Pasal 18 ayat (7)
Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Contoh: UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah

11. Pasal 18A ayat (2)
Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Contoh; UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan Pusat dan daerah

12. Pasal 18B ayat (1)
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah darah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

13. Pasal18B ayat (2)
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanajng masa hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dlam undang-undang.

14. Pasal 19 ayat (2)
Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang.
Contoh; Undang-undang Susunan dan kedudukan DPR, DPD dan DPRD.

15. Pasal 20A ayat (4)
Ketentuan lebih lanjut tentang DPR dan hak anggota DPR diatur dalam undang-undang.

16. Pasal 22A
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undnag diatur dengan undang-undang.

17. Pasal 22B
Anggota DPR dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tatat caranya diatur dalam undang-undang.

18. Pasal 22C ayat (4)
Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur denga undang-undang.

19. Pasal 22D ayat (4)
Anggota DPD dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.

20. Pasal 22E ayat (6)
Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur denga undang-undang.

21. Pasal 23A
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.
Contoh: UU No. 17 tahun 2003 tentang keunangan negara

22. Pasal 23B
Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.

23. Pasal 23C
Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.
24. Pasal 23D
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.

25. Pasal 23E ayat (3)
Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/ atau badan sesuai dengan undang-undang.

26. Pasal 23G ayat (2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang.

27. Pasal 24 ayat (3)
Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.
Contoh: UU No. 5 tahun 2004 tentang, mahkamah Agung, UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, UU No. 8 tahun 2004 tentang peradilan umum, UU No. 9 tahun 2004 tentang peradilan tata usaha negara.

28. Pasal 24A ayat (5)
Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan dibawahnya diatur dengan undang-undang.

29. Pasal 24B ayat (4)
Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.

30. Pasal 24C ayat (6)
Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.

31. Pasal 25
Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.

32. Pasal 25A
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

33. Pasal 26 ayat (3)
Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.

34. Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan den sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Contoh: UU kebebasan Pers, UU N0. 2 tahun2008 tentang Partai Poltitk

35. Pasal 28I ayat (5)
Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Conoth: UU No. 39 tahun 1999 tentang Ham dan UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

36. Pasal 30 ayat (5)
Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan da keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.
Contoh; UU no.2 tahun 2002 tentang kepolisian negara republic Indonesia

37. Pasal 31 ayat (3)
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dalam undang-undang.
Contoh: UU nO. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional



38. Pasal 33 ayat (5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.: UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber daya Air
Contoh

39. Pasal 34 ayat (4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

40. Pasal 36C
Ketentuan lebih lanjut mengenai bendera, bahasa dan lambing negara serta lagu kebangsaan diatur dengan undang-undang.