Tuesday, October 12, 2010

Anak Jalanan Memerlukan Perlindungan Negara

Penyebab anak jalanan memerlukan perlindungan oleh negara

Penyebab masalah anak jalanan yang memerlukan perlindungan dari perlakuan salah pada umumnya dapat dibagi ke dalam :

1. Penyebab makro

Penyebab yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah di bidang pembangunan sosio-ekonomi yang kurang tepat menyebabkan adanya kesenjangan pembangunann antar wilayah, antar sektor, antar kelompok masyarakat dsb. dengan akibat terjadi kesenjangan kesejahteraan dan kekayaan antar wilayah dan kelompok masyarakat serta terjadi kemiskinan struktural, rendahnya kebijakan peduli anak dari sektor di tiap tingkatan, tidak adanya sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundangan-undangan tentang anak, penegakan hukum, pengawasan dan bimbingan yang berkaitan dengan pelaksanaan program, dan pembangunan kesejahteraan dan perlindungan anak yang lemah.


2. Penyebab meso

Penyebab yang berkaitan dengan nilai-nilai kehidupan sosio-budaya masyarakat seperti belum terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender pada masyarakat patrilineal dan feodal, nilai sosio-budaya perkawinan dini, anak dipandang sebagai aset orangtua untuk peningkatan ekonomi keluarga dsb.


3. Penyebab mikro

Penyebab yang berkaitan dengan diri anak dan keluarganya seperti anak lari dari keluarga, anak ingin berpetualang, gaya hidup konsumerisme, kesulitan berhubungan dengan keluarga dan tetangga, rendahnya pendidikan dan keterampilan, degradasi moral, buta huruf, disfungsi keluarga, penelantaran, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar anak, ditolak orang tua, salah pengasuhan, kekerasan di rumah, terpisah dari orang tua dan keterbatasan kemampuan orang tua merawat anak. Hal ini yang menyebabkan pemerintah harus turun tangan dalam menangani persoalan yang membelit seputar anak jalanan di Indonesia.


Faktor-faktor pengaruh merebaknya persoalan anak jalanan

a. Politik

Dari sudut pandang politis kadangkala persoalan anak masih dianggap ringan dan sering dibicarakan secara musiman. Di kalangan politisi persoalan anak tidak masuk agenda politik barangkali karena dianggap anak tidak dapat dijadikan pendukung politik dan bukan merupakan isu politik yang dapat dijual pada saat kampanye Pemilu.


b. Ekonomi

Krisis ekonomi berkepanjangan yang melanda Indonesia selain meningkatkan permasalahan anak juga telah menurunkan kemampuan pemerintah dalam penyediaan anggaran pembangunan untuk pengembangan sumberdaya manusia yang di dalamnya terkait permasalahan anak yaitu pendidikan dan kesehatan. Pemerintah selama periode 1992-2000 mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan rata-rata hanya 6 persen dan kesehatan 3,9 persen, berapa yang teralokasi untuk perlindungan anak belum diketahui secara pasti .


c. Hukum

Peraturan perundang-undangan tentang anak di Indonesia sebenarnya telah banyak yang di buat oleh pemerintah bersama legislatif. Melalui ratifikasi Konvensi Hak-hak Anak dengan Keppres No. 36 Tahun 1990, merupakan titik tolak pengakuan hak-hak anak mengingat implikasi dari ratifikasi tersebut, maka Indonesia berkewajiban memenuhi ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Konvensi Hak-hak Anak tersebut, melalui berbagai kebijakan nasional dan peraturan perundangan. Namun secara faktual berbagai peraturan perundangan tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya karena banyak Undang-undang tersebut belum mempunyai Peraturan Pemerintah untuk menjalankannya. Di samping itu, masih ada Undang-undang yang perlu diharmonisasi dengan ketentuan-ketentuan Konvensi Hak-hak Anak dan instrumen hukum internasional lainnya.


d. Sosio-budaya

Faktor sosio-budaya seperti perkawinan dini usia (di bawah 16 tahun) masih cukup dominan baik di daerah rural maupun urban di Indonesia, meskipun usia perkawinan diantara anak perempuan telah meningkat pada periode terakhir ini. Hal ini, mencerminkan karena akses sekolah dan pelayanan kesehatan yang lebih baik di daerah urban, adanya kesempatan/peluang kerja dan kurangnya tekanan nilai sosio-budaya untuk segera kawin setelah haid pertama. Pekawinan dini usia, jelas mempengaruhi hak anak untuk memperoleh pendidikan, perkembangan kematangan kepribadian anak dan meningkatnya peceraian yang mendorong anak terjerumus kepada perdagangan anak dan eksploitasi seksual komersial anak/pelacuran yang beresiko tinggi tertular PMS/HIV/AIDS. Selai itu, ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dalam masyarakat yang masih patrineal dan feodal turut menentukan peranan dan kedudukan anak perempuan yang tidak setara dan adil dengan anak laki-laki terutama dalam keluarga miskin.


e. Sektor struktural

Kultur birokrasi di Indonesia masih belum berpihak kepada anak, bahkan permasalahan anak masih dilihat secara sektoral belum dilihat secara menyeluruh dan terpadu. Kebijakan peduli anak atau menjadikan kesejahteraan dan perlindungan anak sebagai arus utama pembangunan sektor dan daerah masih belum seperti yang diharapkan. Masih ada persepsi yang salah dari sebagian sektor dan pemerintah daerah bahwa pembangunan kesejahteraan dan perlindungan anak masih dianggap konsumtif dan tanpa memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah.

No comments:

Post a Comment