ALAT BUKTI SAKSI
Saksi ialah orang yang memberikan keterangan di muka sidang, dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengar dan ia alami sendiri, sebagai bukti terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut. Bukti saksi diatur dalam pasal 168 – 172 HIR. Adapun syarat-syarat saksi, yakni terdiri dari syarat formil dan syarat materiil.
a. Syarat formil saksi ialah:
1) Berumur 15 tahun ke atas
2) Sehat akalnya
3) Tidak ada hubungan keluarga seadarah dan keluarga semenda dari salah satu pihak menurut keturunan yang lurus, kecuali undang-undang menentukan lain
4) Tidak ada hubungan perkawinan dengan salah satu pihak dengan meskipun sudah bercerai
5) Tidak ada hubungan kerja dengan salah satu pihak dengan menerima upah, kecuali Undang-undang menentukan lain
6) Menghadap di persidangan
7) Mengangkat sumpah menurut agamanya
8) Berjumlah sekurang-kurangnya dua orang untuk kesaksian suatu peristiwa, atau dikuattkan dengan alat bukti lain (pasal 169 HIR), kecuali mengenai perzinaan.
9) Dipanggil masuk ke ruang sidang satu demi satu (pasal 144 (1) HIR).
10) Memberikan keterangan secara lisan (pasal 147 HIR).
b. Syarat materiil saksi ialah:
1. Menerangkan apa yang dilihat, ia dengar dan ia alami sendiri (pasal 171 HIR / 308 R.Bg)
2. Diketahui sebab-sebab ia mengetahui peristiwanya.
3. Bukan merupakan pendapat atau kesimpulan saksi sendiri
4. Saling bersesuaian satu sama lain (pasal 170 HIR)
5. Tidak bertentangan akal sehat.
Kewajiban saksi ada tiga, yaitu:
1. Menghadiri sidang sesuai panggilan
2. mengangkat sumpah sesuai agamanya
3. Memberikan keterangan sesuai dengan apa yang ia lihat, dengar dan alami.
Apabila saksi telah memenuhi syarat formil dan materiil, maka ia mempunyai nilai pembuktian bebas. Hakim bebas menilai kesaksian itu sesuai dengan nuraninya. Hakim tidak terikat dengan keterangan saksi. Hakim dapat menyingkirkannya asal dipertimbangkan dengan cukup berdasarkan argumentasi yang kuat.
Dalam hal menimbang harga kesaksian Hakim harus menumpahkan perhatian sepenuhnya tentang permufakatan dari saksi-saksi, cocoknya kesaksian-kesaksian dari yang diketahui dari tempat lain tentang perkara yang diperselisihkan, tentang sebab – sebab yang mungkin ada pada saksi itu untuk menerangkan dengan cara begini atau begitu, tentang perikelakuan atau adat dan kedudukan saksi, dan pada umumnya segala hal yang dapat menyebabkan saksi itu dapat dipercaya atau tidak (pasal 172 HIR). Unus testis nulus testis (pasal 169 HIR/306
R.Bg) artinya satu saksi bukan saksi. Saksi yang hanya seorang diri belum dapat dijadikan dasar pembuktian, melainkan hanya bernilai sebagai bukti permulaan. Oleh sebab itu harus disempurnakan dengan alat bukti lain seperti sumpah atau lainnya.
Testimonium de auditu (pasal 171 HIR) ialah kesaksian yang diperoleh secara tidak langsung dengan melihat, mendengar, dan mengalami sendiri melainkan melalui orang lain. Dalam bahasa fiqih disebut istifadhoh, pada dasarnya tidak dilarang mendengarkan kesaksian mereka.
thank y taz artikelnya.. lmyan wlopun dkt bs bntu gw ngrjain tgs...
ReplyDeleteur welcome :) seneng bisa membantu..
ReplyDelete