Merujuk kepada informasi UNICEF (United Nation children’s Fund), sebuah badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang khusus menangani persoalan anak di seluruh dunia, KHA merupakan sebuah konvensi PBB yang paling lengkap menguraikan dan mengakui instrumen-instrumen hak azasi manusia di dalam sejarah pertumbuhan organisasi bangsa-bangsa tersebut. Di dalamnya diatur secara detail hak azasi anak dan tolak ukur yang harus dipakai pemerintah secara utuh dalam implementasi hak azasi anak di negara masing-masing. Dilahirkan dari sistem hukum dan nilai-nilai tradisional yang pluralis, KHA menjadi sebuah instrumen yang tidak begitu banyak dipersoalkan dan diperdebatkan oleh negara-negara anggota PBB. Ia mencerminkan hak dasar anak dimanapun di dunia ini: hak untuk hidup, berkembang, terlindungi dari pengaruh buruk, penyiksaan dan eksploitasi serta hak untuk berpartisipasi secara utuh dalam lingkup keluarga, kehidupan budaya dan sosial.
Melirik sejarah perkembangannya, masyarakat dunia saat ini nampaknya harus berhutang kepada Eglantynee Jebb, pendiri Save the Children Fund ( sebuah lembaga swadaya masyarakat internasional yang bekerja untuk perlindungan anak). Beliau, setelah menyaksikan, merawat para pengungsi anak di Balkan, akibat Perang Dunia I, membuat sebuah rancangan “Piagam Anak” pada tahun 1923. Dalam ringkasan tersebut, Jebb mengembangkan 7 (tujuh) gagasan mengenai hak-hak anak, yaitu:
1. Anak harus dilindungi dari segala pertimbangan mengenai ras, kebangsaan dan kepercayaan;
2. Anak harus dipelihara dengan tetap menghargai keutuhan keluarga;
3. Bagi anak harus disediakan sarana yang diperlukan untuk perkembangan secara normal, baik material, moral dan spritual.
4. Anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus dirawat, anak cacat mental atau cacat tubuh harus dididik, anak yatim piatu dan anak terlantar harus diurus.diberi perumahan;
5. Anaklah yang pertama-tama harus mendapatkan bantuan/pertolongan pada saat terjadi kesengsaraan;
6. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat manfaat dari rpogram kesejahteraan dan jaminan sosial, nmendapatkan pelatihan agar pada saat diperlukan nanti dapat dipergunakan untuk mencari nafkah, serta harus dilindungi dari segala bentuk eksploitasi;
7. Anak harus diasuh dan dididik dengan suatu pemahaman bahwa bakatnya dibutuhkan untuk pengabdian sesama umat.
Republik Indonesia termasuk negara yang melakukan penandatangan dan ratifikasi paling awal dibanding negara lainnya. Melalui Keputusan Presiden (Keppres) No.36 tahun 1990, KHA diratifikasi. Secara normatif, penandatanganan konvensi berarti bahwa negara tersebut harus secara luas melakukan konsolidasi dalam negaranya sendiri terhadap standar yang ada dalam konvensi dan memulai melakukan identifikasi hukum nasional dan praktek-praktek yang dibutuhkan untuk menyesuaikannnya dengan standard yang ada dalam KHA. Ratifikasi adalah langkah selanjutnya, yang secara formal mengikat negara, atas nama rakyat , untuk memenuhi kewajiban dan tanggungjawab yang digariskan dalam KHA.
Empat Hak Dasar Anak dalam Konvensi Hak Anak
Hak-hak anak yang terdapat dalam KHA bisa dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kategori hak-hak anak , yaitu:
1. Hak untuk kelangsungan hidup, yaitu hak-hak anak untuk mempertahankan hidup dan hak untuk memperoleh standar kesehatan dan perawatan sebaik-baiknya;
2. Hak untuk tumbuh kembang, yang meliputi segala hak untuk mendapatkam pendidikan, dn untuk mendapatkan standar hidup yang layak bagi perkembangan fiski, mental, spritual, moral dan sosial anak;
3. Hak untuk mendapatkan perlindungan, yang meliputi perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak-anak yang tidak mempunyai keluarga dan bagi anak-anak pengungsi;
4. Hak untuk berpartisipasi, meliputi hak-hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak.
No comments:
Post a Comment