Tuesday, April 12, 2011

Sistem Peradilan (Mahkamah Agung)

MA menjadi badan pengadilan yang berwenang menjalankan kasasi dan peninjauan kembali.

Pasal 26 ayat 1 : MA berwenang untuk menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan dari tingkat yang lebih rendah dari UU dengan alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Ayat 2 : putusan tersebut dapat diambil berhubung dengan pemeriksaan dalam tingkat kasasi, tetapi pencabutan dari peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah itu tidak dilakukan oleh MA karena MA tidak diberi wewenang legislatif, tetapi dilakukan oleh instansi yang bersangkutan.

Pasal 15 ayat 1 : Semua pengadilan memeriksa dan memutuskan dengan sekurang-kurangnya 3 orang hakim, kecuali apabila UU menentukan lain.
Pasal 17 ayat 1 : Sidang pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum kecuali bila UU menentukan lain.
Ayat 2 : Kalau tidak dipenuhi mengakibatkan batalnya putusan menurut hukum.
Rapat permusyawaratan hakim bersifat rahasia, sehingga keputusan pengadilan tidak dapat dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan diluar badan-badan pengadilan.

Pasal 18 : Menjamn tidak adanya peradilan rahasia : semua keputusan pengadilan hanya syah dan mempunyai kekuatan hukum bila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

Agar nasib yang bersangkutan tidak tergantung pada keputusan satu badan pengadilan saja, maka peradilan dapat dijalankan dalam 2, yaitu tingkat pertama dan jika perlu tingkat banding (pasal 14)

Badan pengadilan tingkat pertama adalah pengadilan negeri, yang ada disetiap kabupaten atau kota madya.
Badan pengadilan dalam tingkat kedua adalah pengadilan tinggi yang mengadili dalam tingkat banding.
Pengadilan tinggi dapat :
1.   Memperkuat keputusan pengadilan negeri, atau
2.   Menolak keputusan pengadilan negeri.
3.   Pengadilan Tinggi dapat memerintahkan pengadilan negeri untuk memeriksa kembali perkara yang telah diputuskan.

Atas keputusan pengadilan tinggi tidak ada lagi banding, hanya ada kemungkinan diadakan kasasi oleh MA.
Peradilan MA bukan peradilan dalam tingkat ketiga, karena dalam kasasi hanya diselidiki apakah hukum dijalankan secara tepat, jadi tidak lagi fakta-fakta perkara diselidiki. Penyelidikan fakta-fakta perkara telah dilangsungkan dalam tingkat pertama dan tingkat banding.
Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum (pasal 35)

Dalam perkara seorang tersangka terutama sejak saat dilakukan penagkapan/ penahanan berhak menghubungi dan meminta bantuan penasehat hukum untuk memperkuat kedudukan yang diadili dalam sidang pengadilan (pasal 36)

Untuk memperkuat kedudukan obyektif seorang hakim dan melindunginya terhadap pengaruh yang kurang baik yang dapat mengurangi keobyektifan pendapat hakim, maka : bila seorang hakim masih terikat hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau semenda dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, penasehat hukum atau panitera dalam suatu perkara tertentu, dia wajib emngundurkan diri dari pemeriksaan perkara (pasal 28 ayat 2)

Begitu pula bila ketua, hakim anggota, penuntut umum atau panitera masih terikat dalam hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau semenda dengan yang diadili dia wajib mengundurkan diri dipemeriksaan perkara itu (pasal 28 ayat 3)

Pada pengadilan negeri dapat diadakan suatu pengadilan ekonomi (pasal 35 LN 1955 no 27) dan pada pengadilan tinggi dapat diadakan suatu pengadilan tinggi ekonomi (pasal 47 LN 1955 no 27). Dua jenis badan pengadilan ini mengadili delik-delik ekonomis.

Berdasarkan perundang-undangan ini juga mengatur kasasi pada MA. Berdasarkan pasal 9 Penpres no 11/ 1963 (sekarang sudah berlaku sebagai UU biasa) pada pengadilan negeri dapat diadakan pengadilan subversi.

Di Indonesia masih tetap berlaku peradilan agama yaitu perkara yang menyangkut agama Islam.
Pengadilan ini juga disusun dalam dua tingkat : di Jawa dan Madura ada pengadilan agama, sebagai pengadilan banding diadakan Mahkamah Islam di Solo. Di Kalimantan ada pengadilan Kadi dan pengadilan banding : Mahkamah Kadi diadakan di Banjarmasin.

PP no 45/ 1957 mengatur dibentuknya pengadilan agama dan mahkamah syari’ah diluar Jawa dan Madura. Menurut UU no 1/1974 tentang perkawinan yang dilaksanakan menurut PP no 9/ 1975 : setiap keputusan pengadilan agama harus dikukuhkan oleh pengadilan negeri.
Sekarang setiap pengadilan negeri melakuan pengadilan

No comments:

Post a Comment