ABSTRAK
TINJAUAN TERHADAP PELANGGARAN HAK TERSANGKA OLEH PENYIDIK DALAM PROSES PENYIDIKAN (OPSPORING) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DAN UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN
Di dalam hukum pidana dikenal adanya hukum pidana materil dan hukum pidana formil atau hukum acara pidana, yang diatur dalam hukum acara pidana adalah mengenai cara-cara yang harus ditempuh dalam menegakkan ketertiban hukum masyarakat, namun sekaligus juga bertujuan untuk melindungi hak-hak asasi tiap-tiap individu, baik yang menjadi korban maupun si pelanggar hukum. Tersangka atau terdakwa diberikan seperangkat hak-hak oleh Undang-Undang No. 08 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana mulai dari Pasal 50 sampai Pasal 68. Undang-Undang No. 02 Tahun 2002 tentang Kepolisian juga mengatur hal tersebut dalam Pasal 16 ayat (2). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Untuk mengetahui dan memahami penyebab terjadinya pelanggaran hak tersangka oleh penyidik dalam proses penyidikan (opsporing) juga untuk mengetahui dan memahami penerapan perlindungan hak tersangka dalam proses penyidikan (opsporing) berdasarkan kedua Undang-Undang tersebut.
Penelitian ini bersifat deskriftif analitis, yaitu dengan menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta penelitian yang tidak hanya menggambarkan pokok permasalahan tetapi juga dikaitkan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Pendekatan yang digunakan adalah secara yuridis normatif, yakni penelitian yang dilakukan dengan mendasarkan kepustakaan atau data sekunder.
Berdasarkan penelitian, dapat diketahui bahwa penyebab terjadinya pelanggaran hak tersangka ialah adanya beda pendapat pada penafsiran Pasal 112 KUHAP antara penasehat hukum dan penyidik, dari beberapa keterangan tersangka diperoleh bahwa dalam praktik terdapat penyidik yang tidak memberitahukan kepada para tersangka bahwa terhadap mereka telah dilakukan penangkapan dan penahanan, serta tidak memberikan tembusan Surat Perintah Penangkapan ataupun Penahanan kepada keluarga para tersangka, penyidik lalai dalam menyiapkan dan menyampaikan Surat Perintah Penangkapan dan Penahanan, tersangka tidak menggunakan jasa advokat, kurangnya pengetahuan hukum tersangka dan keluarga tersangka. Pada penerapannya, Undang-Undang No. 08 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang No. 02 Tahun 2002 tentang Kepolisian serta Kode Etik Kepolisian berdasarkan KEPUTUSAN KAPOLRI NO. POL : KEP / 32 / VII /2003 Tanggal 1 Juli 2003 telah memberikan perlindungan bagi tersangka yang dilanggar haknya dalam proses penyidikan (opsporing) yaitu dengan pengajuan praperadilan, ganti kerugian dan rehabilitasi, serta pelaksanaan sidang Kode Etik Kepolisian bagi penyidik yang melanggar Kode Etik.
ini abstrak skripsi saya..
ReplyDelete